BANDUNG, (PR).- Beberapa minggu terakhir ini ada yang tak biasa di perumahan KPAD Gegerkalong, Kota Bandung. Ada banyak tumpukan karung pasir dan ban-ban bekas.
Beberapa spanduk juga juga dipasang di gerbang utama kompleks ini yang diakses dari Jalan Gegerkalong Hilir. Spanduk dan barikade serupa terlihat di sepanjang mulut jalan kecil di kompleks itu. Suasana kali ini memang terlihat lebih tegang dari biasanya.
Semuanya berawal dari rencana Kodam III/Siliwangi yang akan menertibkan rumah-rumah di Kompleks Perumahan Angkatan Darat (KPAD) Gegerkalong. Rencananya, penertiban rumah-rumah itu akan dilakukan pada 19-21 Juli 2016 nanti.
Pihak Kodam Siliwangi menyatakan bahwa ada 41 rumah dinas di KPAD Gegerkalong yang akan ditertibkan. Sementara itu, warga KPAD bersikukuh bahwa rumah-rumah yang akan ditertibkan itu adalah milik pribadi, bukan rumah dinas.
Riak pertentangan antara warga KPAD Gegerkalong dengan aparat Kodam Siliwangi terjadi Jumat 1 Juli 2016, atau seminggu sebelum Lebaran. Di bulan Puasa itu, puluhan warga KPAD menghadang kedatangan sejumlah aparat TNI dari Kodam Siliwangi.
Kehadiran aparat TNI yang dipimpin Asisten Logistik Kodam III/Siliwangi dan Asisten Intel Kodam III/Siliwangi itu dalam rangka pendataan rumah-rumah di KPAD Gegerkalong sebelum penertiban yang akan dilakukan 19-21 Juli 2016.
Saat itu, warga memasang barikade di gerbang masuk KPAD memakai batang bambu. Meski dihadang, aparat Kodam III/Siliwangi tetap melakukan tugasnya. Kodam III/Siliwangi beralasan, sesuai peraturan Menteri Pertahanan, rumah dinas hanya boleh digunakan prajurit aktif.
”Warga mengira kami akan melakukan penertiban padahal hanya pendataan. Untuk penertiban, rencananya tanggal 19-21 Juli 2016. Yang ditertibkan nanti ialah mereka yang bukan prajurit aktif, purnawirawan ataupun warakawuri,” katanya Kapendam III/Siliwangi M. D. Ariyanto, saat itu.
Menurut data Kodam III/Siliwangi, sejak pendataan Januari 2016, ada penurunan jumlah rumah dinas yang akan ditertibkan. “Awalnya 73 rumah tapi kini hanya 41 rumah yang akan ditertibkan karena ada warga KPAD yang menyerahkan kepada pihak yang berhak,” ujar Ariyanto.
Untuk warga KPAD Gegerkalong yang tetap bertahan dan tak mau pindah, menurut Ariyanto, Kodam akan mencari solusi terbaik. Langkah persuasif menjadi opsi utama guna menghindari konflik. “Kami tidak begitu saja mengusir dan membiarkan mereka di jalanan. Kami akan sediakan rumah kontrakan. Satu bulan pertama mungkin dibiayai kami, selanjutnya silakan warga yang bayar,” katanya.
Penolakan warga Salah seorang warga yang rumahnya akan ditertibkan, Roesdetty (57), menuturkan bahwa langkah Kodam tidaklah tepat karena rumah-rumah di KPAD itu bukan milik TNI.
Soalnya, dia tahu persis bahwa tanah dan rumah itu dibeli dari uang rapel ayahnya (almarhum M. Syarif Roesnawaty). Ayahnya adalah salah satu prajurit yang ikut memberantas DI/TII. “Tahun 1962, atas kepedulian Letjen Gatot Soebroto (selaku Wakasad) dan Mayjen Ibrahim Adjie (Pangdam VI/Siliwangi), anggota yang terlibat operasi penumpasan DI/TII dan belum punya rumah, uang rapel lauk pauk dipakai untuk membeli tanah dan membangun rumah di KPAD ini,” ujarnya.
Ketua Forum Koordinasi Penghuni Perumahan Negara (FKPPN) Jawa Barat, Gashim Aman juga menceritakan sejarah awal mula terbentuknya KPAD Gegerkalong dan ia memastikan bahwa kompleks itu milik warga. ”Bukan rumah dinas. TNI dikenal paling patuh hukum tapi sekarang terjadi pelanggaran hukum.
TNI menganggap rumah di KPAD rumah negara. Kami tidak pernah diajak dialog. Kalau katanya butuh rumah dinas, tapi kenapa rumah-rumah dinas yang baru dibangun di KPAD malah dibiarkan kosong sampai kondisinya rusak,” ucapnya waktu itu.
Warga KPAD siap ”perang” Sejak rencana penertiban rumah-rumah di Kompleks Perumahan Angkatan Darat Gegerkalong mengemuka di awal tahun 2016, para penghuni terus bersiap melawan. Salah satunya memasang portal, barikade dari karung-karung berisi batu dan pasir, ban bekas, hingga kawat berduri.
Sejak gesekan yang terjadi 1 Juli 2016 itulah, warga mulai memasang sejumlah barikade dan menambah portal. Salah satunya portal di Jalan Ajudan Jenderal. Barikade berupa karung berisi batu dan pasir, ditumpuk di sekitar portal-portal. Karung-karung itu juga dipasang di gerbang utama pintu masuk KPAD Gegerkalong dari arah Jalan Gegerkalong Hilir.
Barikade yang sama juga tampak pada akses masuk KPAD dari arah Jalan Gegerkalong Girang. Dua jalan masuk utama itu juga dijaga sejumlah warga dan anggota sebuah organisasi kemasyarakatan. Keberadaan barikade di jalan utama itu, membuat kendaraan yang masuk harus bergantian melintas.
”Warga merasa terusik. Setelah kejadian itu, kami mengajukan izin bertemu dengan Pangdam III/Siliwangi. Akhirnya, pangdam mengutus Dandim 0618/BS Pak Sugiyono, untuk menemui kami. Pertemuan dilakukan di Koramil 1807/Sukasari-Sukajadi, Jalan Gegerkalong Girang, beberapa hari setelah peristiwa 1 Juli itu,” ujar Ketua Forum Koordinasi Penghuni Perumahan Negara (FKPPN) wilayah Jawa Barat, Gasyim Aman.
Dalam pertemuan tersebut, Dandim menjelaskan, penertiban akan tetap dilakukan 19-21 Juli 2016. ”Namun, penertiban akan dilakukan secara lunak. Sebelum penertiban, kata dandim, panglima akan mengundang kami untuk membicarakan hal tersebut,” kata Gasyim, yang ditemui Jumat 8 Juli 2016 lalu.
Pesan Gatot Soebroto ”PERANG dengan gerombolan Kartosuwiryo telah selesai. Terima kasih atas jasa-jasamu sekalian. Rawatlah rumah dan tanahnya. Rumah dan tanah ini milikmu sebagai warisan perang. Rumah ini dibuat dari rapel berdarah milikmu. Rapel hasilmu berjuang melawan gerombolan Kartosuwiryo. Rawatlah baik-baik dan wariskan kepada anak cucumu. Merdeka!!”
Ny. Nyimas Entang Suhanda (85) masih ingat betul kata per kata yang diucapkan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat Letnan Jenderal Gatot Soebroto pada tahun 1962 tersebut. Pernyataan Gatot Soebroto itu diucapkan kepada sejumlah penghuni baru Kompleks Perumahan Angkatan Darat (KPAD) Gegerkalong. Salah satunya ialah suami Nyimas, almarhum Suhanda, yang pangkat terakhirnya letnan kolonel.
Suhanda adalah salah satu pemimpin pasukan yang turut memberantas gerombolan DI/TII besutan Kartosuwiryo. Selain Suhanda, ada 350 prajurit TNI lainnya yang diperbantukan untuk Kodam VI/Siliwangi (sebelum berubah menjadi Kodam III), dalam mengatasi DI/TII. Karena keterbatasan tempat tinggal, mereka dan keluarganya ditempatkan sementara di 16 losmen/hotel yang tersebar di Kota Bandung.
“Untuk membayar biaya penginapan, gaji suami saya dipotong. Setelah keuangan negara mencukupi, kami diberi rapel uang lauk pauk. Setelah operasi pemberantasan DI/TII beres, Pak Gatot Soebroto memberi kebijaksanaan agar uang rapel itu dipakai membeli tanah dan membangun perumahan di KPAD Gegerkalong untuk menampung prajurit yang sebelumnya menginap di hotel.
Beliau memberi pilihan, bagi yang tidak mau pindah ke KPAD, akan diberi pesangan Rp 350.000. Kalau yang mau pindah, diberi rumah tapi tanpa pesangon. Maka, suami saya dan teman-teman lainnya pindah ke sini,” kata Nyimas, yang ditemui Minggu 10 Juli 2016.
Menurut Nyimas, uang rapel para prajurit yang dipotong itu kemudian diberikan kepada Kolonel Hanafi, bagian keuangan Kodam VI/Siliwangi. ”Uang yang terkumpul dari pemotongan rapel prajurit itu, dibelikan lahan 40 hektare dan kemudian dibangun secara bertahap 56 kopel,” katanya.
Namun, karena masalah uang negara harus dipertanggungjawabkan penggunaannya, maka secara administrasi, keabsahan KPAD Gegerkalong diselesaikan TNI AD. Mulai dari pencatatan tanah dan bangunan sebagai inventaris kekayaan milik negara, pencatatan dalam Buku I BTB (Barang Tak Bergerak) TNI AD (tahun 1982), hingga terbitnya sertifikat hak pakai atas nama Departemen Pertahanan cq TNI AD (1998).
”Pak Gatot Soebroto menjanjikan, kelak rumah itu menjadi milik kami sebagai wujud penghargaan negara. Namun, sebagai warga negara yang taat hukum, kami mengajukan permohonan Rumah Negara Golongan II menjadi Golongan III yang hingga kini belum terwujud,” kata Nyimas. Warga sekitar khawatir Banyaknya barikade yang terpasang di kawasan KPAD Gegerkalong, memunculkan kekhawatiran para orangtua murid, khususnya yang sekolahnya ada di dalam kawasan KPAD.
Sedikitnya, ada 5 sekolah yang berada di dalam kawasan KPAD terdiri dari 2 TK, 2 SD, dan 1 SMP. Para siswa akan kembali masuk sekolah setelah liburan lebaran, pada Senin 18 Juli 2016 atau sehari sebelum penertiban. ”Khawatirnya bakal terjadi kemacetan parah pada hari pertama masuk sekolah karena jalur masuk hanya bisa dari pintu utama.
Tetapi, yang paling kami khawatirkan ketika anak-anak terpaksa melihat kerusuhan saat penertiban nanti. Soalnya, itu kan sehari setelah masuk sekolah. Saya tidak tahu, apakah sekolah akan meliburkan anak-anaknya atau tidak,” kata Liany (38), salah seorang orangtua murid. Tak hanya orangtua yang anaknya bersekolah di KPAD, tapi warga sekitar perumahan itu juga khawatir dengan potensi kekerasan yang akan terjadi saat dilakukannya eksekusi nanti.
Kebanyakan warga sipil yang ditemui di sekitar lingkungan KPAD Gegerkalong berharap tak terjadi bentrokan atau aksi kekerasan. Upaya persuasif yang mengedepankan asas musyawarah mufakat sangat diharapkan agar kondusivitas keamanan di lingkungan itu dapat terjaga. Semoga jalan tengah dapat diambil dan tidak ada pihak yang dirugikan. Semoga.***
Sumber: Pikiran Rakyat